Perkawinan dalam perspektif Kristen mempunyai kekhususan tersendiri, karena perkawinan menurut perspektif kristen merupakan dispensasi / kelonggaran yang diberikan Tuhan kepada orang beriman, perkawinan bukan merupakan perintah Allah
yang selama ini dipahami oleh orang kebanyakan, yang menggunakan
dasar ayat -ayat Perjanjian Lama (Kej.1:28; 9:1; 35:11) Karena
Perjanjian Lama adalah hanya gambaran dari kehendak
dan rencana Allah terhadap umat Nya. Penggambaran tentang beranak cucu
sebenarnya lebih bersifat rohani, dimana Allah menghendaki setiap orang
beriman untuk mempunyai keturunan rohani, anak rohani dan cucu rohani.
Perkawinan tidak dilarang dengan pertimbangan bahwa bila tidak kawin
dapat terbakar oleh hawa nafsunya sendiri (1Kor7:9) yang akan mematikan
rohani orang beriman. Sedangkan kehendak dan rencana Nya adalah supaya
manusia dapat menguduskan dirinya dan menjadi sempurna seperti Dia,
sehingga bisa hidup bahagia bersamaNya dalam Kerajaan Sorga. Maka hukum
yang berlaku adalah perkataan Yesus :“Apa yang telah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan manusia”(Mat.19:6), karena hanya maut atau kematian yang dapat memisahkan mereka dari pasangannya.
Tuhan Yesus jelas
tidak menentang perkawinan, tetapi Ia tidak memberikan sedikit celah pun
untuk bercerai bagi perkawinan orang-orang beriman. Sehingga apabila
dikemudian hari pasangan itu ada masalah atau ketidak-cocokan diantara
mereka, maka mereka harus mau saling mengoreksi diri dan menerima
kekurangan pasangannya agar mereka dapat hidup bahagia dan membahagiakan
pasangannya. Dalam hal ini jelas pengajaran yang diberikan oleh Tuhan
kepada orang beriman, yaitu biarpun mereka tidak dapat memenuhi kehendak
Allah secara maksimal, tetapi mereka diharapkan dapat mengalami
pertumbuhan iman bersama pasangannya, sehingga mereka dapat memperoleh
keselamatan yang dijanjikan Allah. Bilamana pasangannya meninggal, yang
masih hidup memperoleh kebebasan sebagai orang merdeka. Dan ia bebas
memilih apakah hendak mencari pasangan lagi, atau hidup mensucikan diri
bagi Allah. Kepada mereka yang mencari pasangan lagi maka hukum yang
berlaku adalah “Setiap orang yang menceraikan istrinya, lalu
kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin
dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah”
(Luk.16:18).
Hukum diatas hanya berlaku bagi orang-orang beriman, dan
tidak berlaku bagi orang yang tidak beriman. Bila seorang tidak beriman
bercerai dari pasangannya, kemudian ia mengikut Yesus, maka ia dianggap
sebagai orang baru dan masa lalunya tidak diperhitungkan. Karena segala
dosa dan kesalahannya sudah ditebus oleh kematian dan darah Yesus. Ia
bebas kawin dengan pasangan yang dipilihnya.
Jika ada pasangan
yang karena sesuatu hal kemudian memutuskan untuk berpisah, maka
masing-masing tidak diperbolehkan mencari pasangan lain sebagai
penggantinya, selama pasangannya masih hidup.Jika seorang beriman
ditinggal mati oleh pasangannya dan mempunyai anak yang masih belum
dewasa, maka sebaiknya ia menunda perkawinannya sampai anaknya mandiri,
karena anak itu masih menjadi tanggung-jawabnya dan berhak mendapat
pemeliharaan dari orang tuanya yang masih hidup.
Jika seorang tidak
beriman yang mempunyai istri lebih dari satu, kemudian percaya kepada
Yesus maka ia wajib untuk meninggalkan semua istrinya dan hidup dengan
istri yang pertama saja.
Jika istri yang pertama tidak mau percaya
kepada Yesus dan ada diantara istrinya yang percaya kepada Yesus, maka
istrinya yang beriman itu boleh menjadi pasangan hidupnya .
Jika ada
lebih dari satu istrinya yang mau beriman kepada Yesus, maka yang
menjadi pasangan hidupnya adalah istri yang lebih tua. Sedangkan istri
yang diceraikan bebas untuk mencari pasangan hidupnya menurut hukum
diatas.
Demikianlah perkawinan menurut Tuhan Yesus, maka murid-muridNya
memilih untuk tidak kawin saja (Mat.19:10).Tetapi menurut Tuhan Yesus
orang yang tidak kawin ada tiga sebab, tetapi satu yang dikehendaki
Tuhan Yesus, yaitu tidak kawin karena Kerajaan Allah.
Injil Matius
mencatat perkataan Tuhan Yesus didalam pasal 19:12, yang berbunyi:“…
Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari
rahim ibunya, dan ada yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada
orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh
karena Kerajaan Sorga.”
Orang yang tidak dapat kawin karena mempunyai cacad pada alat reproduksinya sejak dari lahir, jelas orang demikian tidak mungkin dapat memilih pasangannya, karena tidak akan ada yang mau mengawininya atau dikawininya.
Orang yang tidak dapat kawin karena orang lain,
banyak yang menyebabkannya antara lain, karena dikebiri orang lain (hal
ini terjadi pada jaman kerajaan, dimana pelayan-pelayan laki-laki di
istana raja harus dikebiri, untuk menghindari perjinahan didalam
istana, karena raja mempunyai bayak selir). Atau karena terjadi kecelakaan yang menyebabkan alat
reproduksinya rusak. Atau karena penyakit yang merusak alat
reproduksinya. Atau karena tidak ada yang mau kawin dengannya.
Orang yang tidak kawin karena Kerajaan Sorga,
adalah orang yang karena imannya memilih untuk tidak kawin dan
menyerahkan hidupnya seutuhnya kepada Tuhan sebagai persembahan yang
hidup dan menjadi pelayan /hamba Tuhan.
Pada beberapa
abad awal kekristenan ayat
diatas telah disalah tafsirkan oleh beberapa orang beriman, mereka mengamalkan ayat ini dengan melakukan
praktek mengebiri diri sendiri. Tindakan demikian terlalu naif, orang yang
mengamalkan ayat di atas itu keliru, karena yang dikehendaki Tuhan
adalah kesucian hati bukan perbuatan pengebirian diri. Hal ini
sebenarnya sudah diajarkan didalam Perjanjian Lama dengan perintah sunat,
yang menjadi tanda bagi bangsa Israel untuk mengingatkan mereka pada
perintah Allah agar mereka tidak melakukan perbuatan zinah. Seorang
yang tidak kawin atau yang dikebiri sekalipun bila hidupnya tidak
mengalami pembaharuan diri, keberadaannya tidak akan diperhitungkan
Allah, karena ia dipandang Tuhan sebagai seorang jahat yang harus
mendapatkan hukuman kekal. Karena yang dinilai Nya adalah buah Roh yang
dihasilkan imannya, yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal.5:22 ).
Seorang yang mempunyai Kasih
maka : Ia harus orang yang sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak
megahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan
tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak
menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena
ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu,
percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung
segala sesuatu (1Kor.13:4-7).
Seorang yang mempunyai sukacita,
adalah orang yang menjalani hidup dengan hati yang gembira, bergairah,
peramah dan murah senyum, dimana ia menjalani hidupnya dengan ringan
tanpa tekanan yang berarti, dan tidak merasakan beban yang terlalu
berat.
Seorang yang mempunyai damai sejahtera
, adalah orang yang selalu bersyukur atas apa yang diperolehnya sebagai
berkat dari Tuhan, tidak ambisius, tidak serakah, dan jiwanya selalu
dalam keadaan tenang .
Seorang yang mempunyai kesabaran
adalah orang yang selalu dapat menunggu segala sesuatu, dapat mengerti
kelemahan orang lain dan mempunyai persediaan maaf yang tidak terbatas.
Seorang yang mempunyai kemurahan adalah orang yang selalu mau memberi kepada orang lain, baik waktu, harta benda, maupun hidupnya sekalipun.
Seorang yang mempunyai kebaikan adalah orang yang selalu melakukan segala sesuatu demi kepentingan orang lain dan kebaikan bersama.
Seorang yang mempunyai kesetiaan
adalah orang yang tidak mudah berubah pikiran dan melakukan segala
sesuatu sesuai dengan apa yang telah diucapkannya sesuai dengan kata
hati nuraninya.
Seorang yang mempunyai kelemahlembutan adalah orang yang memperlakukan orang lain dengan penuh kasih dan penuh perhatian.
Seorang yang mempunyai penguasaan diri
adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan
yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain dan tidak melakukan
segala sesuatu yang dibenci Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar